









Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Hahajakakqlqp1p1o8 773u37e7ssshdhjjjj
Typology: Quizzes
1 / 16
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
QS. Asy Syura/42 : 214 - 216
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA
Ridholloh Ismat, M.Pd.I
Disusun oleh :
Assyifah Alfirdha 11200110000073
Muhammad Gusti Hashfi 11200110000069
Dimas Eka Saputra 11200110000049
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk
serta dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Solawat serta salam semoga selalu
terlimpah curahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan
dengan sempurna kepada manusia tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang
bermartabat.
Atas berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya, yang berjudul “Objek Pendidikan QS. Asy Syura/42 : 214 – 216 ” untuk dapat
memenuhi tugas kelompok mata kuliah tafsir tarbawi Penyusun menyampaikan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA selaku dosen pengampu mata kuliah tafsir
tarbawi yang telah berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
dosen mata kuliah tafsir tarbawi guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman untuk lebih baik
di masa yang akan datang. Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun
dan umumnya semua yang membaca makalah ini.
Jakarta, 1 April 2021
Kelompok 5
A. Latar Belakang Masalah
Islam mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril, dipandang sebagai keagungan dan penjelasan. Al-
Qur’an berisi segala hal mengenai petunjuk yang membawa hidup manusia bahagia dunia dan
akhirat. Al-Qur’an itu disampaikan dan diajarkan kepada manusia. Baik dengan dakwah, tabligh,
penerangan maupun melalui lembaga – lembaga. Lembaga pendidikan adalah suatu tujuan agar
manusia itu menjadi suatu yang berkepribadian muslim
1
Tujuan pendidikan islam adalah diharapkan adanya perubahan melalui proses pendidikan
dan pengajaran baik dari segi kepribadian, ketrampilan, pengetahuan, dan dapat mempersiapkan
diri untuk kehidupan di dunia dan di akhirat, serta mampu hidup bermasyarakat dengan bekal
pengetahuan dan keterampilan serta akhlaq yang mulia karena akhlaq adalah jiwa pendidikan
islam. akhlaq adalah suatu sikap, tabiat, atau perangai yang terdapat di dalam jiwa seseorang
yang dengannya dapat mendorong untuk melalukan sesuatu secara spontan yang diwujudkan
dalam bentuk tingkah laku melalui pertimbangan – pertimbangan ataupun tidak terlebih dahulu
Salah satu penyebab kerusakan akhlak ini dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan
teknologi yang tidak terbendung, mereka dapat mengakses apapun yang mereka inginkan secara
bebas tanpa batas dan pengawasan.Beberapa faktor lain penyebab rusaknya akhlak yang melanda
peserta didik adalah lingkungan yang kurang baik, pengaruh media, dan kurangnya pendidikan
dari orang tua. Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap akhlak peserta didik
adalah teman bermain, guru sekolah dan yang paling berpengaruh adalah lingkungan keluarga
(orang tua)
2
. Hal ini disebabkan durasi peserta didik belajar dan bermain bersama guru serta
teman-temannya di sekolah menghabiskan waktu leih sedikit, dibandingkan dengan interaksi
dengan orang tua di rumah.Berdasarkan problematika yang telah dipaparkan di atas, penulis
ingin meneliti tentang pendidikan akhlak khususnya dalam keluarga berdasarkan Al-Qur’an,
karena Al-Qur’an lah pedoman hidup yang Allah berikan kepada manusia.Tafsir Al-Misbah dan
Al-Azhar adalah salah dua yang lebih menekankan tafsirnya pada aspek pendidikan..
1
M.Qurais Shihab, Tafsir Al Misbah, Vol 14, Lentera hati, Jakarta, Tahun 2002, hlm:326-
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam(Bandung: Pustaka Setia, 1998), 198
Di dalam Al Quran telah disebutkan mengenai objek pendidikan diri sendiri,isteri,anak dan
kerabat terdekat dan masyarakat/kaum dan manusia (al-Nas) sebagai objek pendidikan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
B. Objek Pendidikan Menurut Al Qur’an
1. Keluarga
“Haiorang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. Al-Tahrim (66):
Dalam ayat tersebut jelaslah bahwa umat Islam diperintahkan agar sebagian dari mereka
memberitahukan kepada sebagian yang lain, apa yang dapat menjaga dan menjauhkan mereka
dari apa neraka. Al-Maraghi menjelaskan bahwa proses penjagaan tersebut melalui nasehat dan
pengajaran. Hal ini senada dengan yang terdapat dalam surat Thaha: 132 berikut ini.
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengajarkannya.” (QS. Thaha: 132)
Kemudian ada riwayat dari Umar yang semakin memperjelas ayat di atas. Ketika turun
ayat tersebut, Umar berkata, “Wahai Rasulullah, kita dapat menjaga diri kita sendiri, tetapi
bagaimana kita menjaga keluarga kita?” lalu Rasulullah menjawab, “Kamu larang mereka
mengerjakan apa yang dilarang Allah untukmu dan kamu perintahkan mereka, apa yang
diperintahkan Allah kepadamu. Itulah penjagaan antara diri mereka dengan neraka.
Al-Maraghi juga menjelaskan tentang riwayat dari Ali bin Abi thalib tentang ayat
tersebut. Kata Ali, “Ajarilah dirimu dan keluargamu tentang kebaikan dan didiklah mereka.”
Sedangkan keluarga di sini maksudnya adalah isteri, anak dan hamba sahaya. Di dalam ayat ini,
menurut Al-Maraghi ada isyarat kewajiban seorang suami mempelajari fardhu-fardhu agama
yang diwajibkan baginya dan kemudian mengajarkannya kepada mereka.
5
. Karenanya, Adh-
Dhahhak dan Muqatil secara terang-terangan mengatakan, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir,
bahwa wajib bagi seorang muslim untuk mengajarkan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan
Allah dan larangan-larangan yang dicegah Allah, kepada keluarganya, yang meliputi kerabat dan
hamba sahaya. Jadi dalam surat At-tahrim ayat 6 ini, objek pendidikan tidak disebutkan oleh
Allah s.w.t. secara global. Objek pendidikan dalam ayat ini adalah keluarga, dan keluarga itu
adalah anak, isteri dan hamba sahaya.
2. Kerabat dekat
5
Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar Pnedidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), cet. Ke-2, hlm. 33-35.
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Al-Syu’ara’ (26): “
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad s.a.w. untuk memberi
peringatan kepada kaum kerabatnya yang terdekat dan agar bergaul dengan orang-orang mukmin
dengan lemah lembut. Imam Bukhari dan Imam Muslim menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas
r.a., bahwa ketika Allah menurunkan ayat di atas, Nabi s.a.w. naik ke bukit Shafa lalu berseru,
“Wahai orang-orang, sudah pagi.” Lalu orang-orang berkumpul kepadanya, ada yang datang
sendiri dan ada yang mengutus utusannya. Kemudian Rasulullah s.a.w. berpidato, “Wahai Bani
Abdul Muththalib, wahai Bani Fihr, wahai Bani Lu’ay, apa pendapat kalian jika aku
memberitahu kalian bahwa di kaki bukit ini ada seekor kuda yang hendak menyerang kalian,
apakah kalian mempercayai aku?” Mereka menjawab, “Ya, kami mempercayai anda.” Beliau
bersabda, “Sesungguhnya aku memperingatkan kalian akan azab yang sangat keras.” Abu Lahab
berkata, “Celakalah kamu untuk selama-lamanya! Apakah hanya untuk ini kamu memanggil
kami?” Maka Allah ta’ala menurunkan surat Al-Lahab, di antaranya sebagai berikut:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-Lahab: 1)
Menurut Al-Maraghi, pemberian peringatan dalam surat Asy-Syu’ara’: 214 di atas,
sifatnya adalah pemberian peringatan secara khusus, dan ini merupakan bagian dari peringatan
yang bersifat umum, yang untuk itulah Rasulullah s.a.w. diutus. Sebagaimana firman Allah
“ Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi;
membenarkan Kitab-Kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan
kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya....” (QS.
Al-An’am: 92)
Al-Maraghi juga menambahkan, bahwa kedekatan nasab atau keturunan tidak memberi
manfaat sama sekali seandainya jalan keimanan yang ditempuh berbeda
6
. Dalam kisah ayat di
atas terdapat dalil pembolehan interaksi antara mukmin dan kafir, serta memberinya petunjuk
dan nasihat.
3. Masyarakat (Bangsa)
6
Shihab, M. Quraish,Tafsir Al-Misbah, vol 14.
harus dikerahui oleh orang-orang yang beriman. Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian
dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang
tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari
orang-orang yang berjihat dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah,
bahkan upaya tersebut kedudukanya lebih tnggi dari mereka yang keadaanya tidak sedang
berhadapan dengan musuh.
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan
(membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu.
dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena
Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. dan adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Nisa (4): 170)
Setelah Allah s.w.t. mengkritik ahlul kitab -Yahudi dan Nashrani- dan membantah
tuduhan-tuduhan mereka dalam ayat-ayat sebelumnya, maka dalam ayat 170 ini Allah s.w.t.
menasihati seluruh umat manusia dan memerintahkan mereka agar beriman, karena argumen
yang ada telah jelas. Tidak ada alasan lagi untuk berpaling darinya. Sebagaimana diketahui,
bahwa kaum Yahudi dahulu kala senantiasa menunggu-nunggu datangnya al-masih (Isa) dan
seorang Nabi, yaitu Nabi Muhammad s.a.w. Bahkan mereka mengirimkan para pendeta dan ahli
imu mereka untuk bertanya pada Nabi Yahya a.s., apakah ia merupakan al-masih yang disebut
dalam Taurat, ataukah Nabi akhir zaman. Namun Yahya menjawab “tidak”.
7
Dengan turunnya
ayat di atas, sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan kaum Yahudi telah terjawab, bahwa yang
mereka nantikan selama ini sebagaimana disebutkan dalam Taurat dan Injil, adalah Nabi
Muhammad s.a.w. yang telah hadir di hadapan mereka. Oleh karenanya, seharusnya mereka
beriman padanya, karena iman itulah yang akan menyucikan mereka dari segala kotoran dan
najis, dan keimanan itulah yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan abadi.
Sebagaimana diketahui, memang ayat tersebut untuk kaum Yahudi secara asbabun-
nuzulnya (sebab turunnya ayat), namun yang menjadi patokan adalah bahasa yang digunakan
Allah s.w.t. yang bersifat umum, yaitu “wahai sekalian manusia”.
7
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir…, juz 19, hlm. 111.
Menurut Quraish Shihab, kehadiran Rasul s.a.w. yang dinyatakan dengan kata-kata,
“datang kepada kamu” dan juga pernyataan bahwa yang beliau bawa adalah tuntunan dari
“Tuhan (Pembimbing dan Pemelihara) kamu”, itu dimaksudkan sebagai rangsangan kepada
mitra bicara (kamu) agar menerima siapa yang datang dan menerima apa yang dibawanya.
Karenanya, wajib bagi yang didatangi untuk menyambutnya dengan gembira.
Dengan demikian, sesungguhnya ayat ini berkaitan dengan objek pendidikan secara
global, yaitu seluruh umat manusia, tanpa terkecuali. Artinya menjadi kewajiban setiap muslim
untuk memiliki misi mendidik seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah
dalam surat Ali Imran: 110, bahwasanya umat Islam adalah khaira ummah atau umat yang
terbaik.
C. Tafsir Surah Asy Syura Ayat 214-
Makna mufrodat
عَشِيرَت atau 'asyirata berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata
'asyara yang berarti saling bergaul, karena anggota suku yang terdekat tau keluarga
adalah orang yang sehari-hari saling bergaul.
َ
األقْرَبِين atau al-aqrabin yang menyifati kata 'asyirah , merupakan penekanan
sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang
terdekat.
mukmin dengan lemah lembut. Imam Bukhari dan Imam Muslim menyebutkan riwayat dari
Ibnu Abbas r.a.
12
bahwa ketika Allah menurunkan ayat di atas, Nabi s.a.w. naik ke bukit Shafa
lalu berseru, “Wahai orang-orang, sudah pagi.” Lalu orang-orang berkumpul kepadanya, ada
yang datang sendiri dan ada yang mengutus utusannya. Kemudian Rasulullah s.a.w. berpidato,
“Wahai Bani Abdul Muththalib, wahai Bani Fihr, wahai Bani Lu’ay, apa pendapat kalian jika
aku memberitahu kalian bahwa di kaki bukit ini ada seekor kuda yang hendak menyerang kalian,
apakah kalian mempercayai aku?” Mereka menjawab, “Ya, kami mempercayai anda.” Beliau
bersabda, “Sesungguhnya aku memperingatkan kalian akan azab yang sangat keras.” Abu Lahab
berkata, “Celakalah kamu untuk selama-lamanya! Apakah hanya untuk ini kamu memanggil
kami?” Maka Allah ta’ala menurunkan surat Al-Lahab, di antaranya sebagai berikut: “Binasalah
kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.” (Al-Lahab: 1)
Menurut Al-Maraghi, pemberian peringatan dalam surat Asy-Syu’ara’: 214 di atas, sifatnya
adalah pemberian peringatan secara khusus, dan ini merupakan bagian dari peringatan yang
bersifat umum, yang untuk itulah Rasulullah s.a.w. diutus. Sebagaimana firman Allah SWT.
13
“Dan agar kamu member peringatan kepada (penduduk) Ummul qura (Makkah) dan orang-
orang yang berada di lingkungannya.” (QS. Al-An’am: 92)
Al-Maraghi juga menambahkan, bahwa kedekatan nasab atau keturunan tidak memberi
manfaat sama sekali seandainya jalan keimanan yang ditempuh berbeda. Dalam kisah ayat di
atas terdapat dalil pembolehan interaksi antara mukmin dan kafir, serta memberinya petunjuk
dan nasehat
14
Lalu dua ayat selanjutnya -ayat 215 dan 216- menerangkan tentang perintah agar
rasulullah s.a.w. bersikap lemah lembut terhadap pengikutnya, karena itulah yang lebih tepat
buat Nabi, lebih menarik hati pengikutnya, membuat kecintaan mereka pada Nabi, serta lebih
mendatangkan pertolongan dan keikhlasan mereka dalam berjuang bersama Nabi s.a.w.. Namun
demikian, seandainya kaum keluarga yang diberi peringatan oleh Rasulullah s.a.w. itu
mendurhakai Rasul s.a.w., maka hal itu tidak akan mendatangkan kemudharatan sedikitpun pada
Rasul. Rasul juga tidak berdosa karena apa yang mereka lakukan. Seolah-olah Allah s.w.t.
mengatakan pada Nabi-Nya, Katakanlah kepada mereka, sesungguhnya aku berlepas diri dari
kalian dan dari perbuatan kalian menyeru tuhan yang lain bersama Allah ta’ala. Sesungguhnya
12
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir…, juz 19, hlm. 109.
13
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir…, juz 19, hlm. 110.
14
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir…, juz 19, hlm. 111.
kalian akan mendapat balasan atas dosa kalian pada hari di mana harta dan anak lelaki tidak
berguna, kecuali orang yang dating kepada Allah dengan hati yang bersih dari segala dosa.
E. Analisis Pemakalah Terhadap Objek Pendidikan Menurut Surat Asy Syura 214-
Ayat-ayat tarbawi di atas menjelaskan kepada kita tentang objek pendidikan, siapa saja
yang disebut objek pendidikan dan cara melayaninya. Objek tersebut yaitu keluarga, kerabat
dekat, dan masyarakat. Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo dalam buku Pengantar Pendidikan ,
menyatakan sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik
untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Sementara itu, manusia selama
hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga
lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan, yang akan memengaruhi manusia
secara bervariasi.
Keluarga merupakan pengelompokkan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang
karena hubungan semenda dan sedarah, karenanya keluarga menjadi pokok terpenting dalam
masalah pendidikan, sebab tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan
kondisi keluarganya. Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan
tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang-seorang (pendidikan individual)
maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya
untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-
kanak tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, pangajar,
dan pemberi contoh.
Oleh karena itu, dalam QS. At Tahrim ayat 6, Allah s.w.t memerintahkan kepada orang-
orang yang beriman agar menjaga diri dan keluarga mereka dari api neraka, proses penjagaan
tersebut melalui nasihat dan pengajaran. Menurut Al-Maraghi, dalam ayat ini ada isyarat
kewajiban seorang suami mempelajari fardhu-fardhu agama yang diwajibkan baginya dan
kemudian mengajarkannya kepada mereka (keluarga). Kemudian, setelah melakukan pendidikan
terhadap keluarga, diperintahkan pula agar memberi pendidikan berupa peringatan terhadap
kerabat terdekat (QS. Asy Syu’ara: 214) dan masyarakat atau semua manusia (QS. An Nisa ayat
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. VII, hlm. 749-750.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, , vol. VII, hlm. 750-751.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir , (Bandung: Gema Insani Press,
1999), hlm. 64.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir , hlm. 64.
Ahmad Mushthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1987),
hlm. 83-87.
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah
Mushthafa Al-Baby Al-Halaby wa Auladuhu bi Mishra, 1966), juz 6, hlm. 26-27.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2001), vol. 2, hlm. 644
HAMKA, (2015). Tafsir Al-Azhar:Diperkaya dengan Pendekatan Sejarah, Sosiologi, Tasawuf,
Ilmu Kalam, Sasrta dan Psikologi, Vol 9, Depok: Gema Insani.
Hartono, Reiza Nuary Asih(2018), Peran Orang Tua dalam Pendidikan Karakter Anak pada
Keluarga Prasejahtera, Tesis UMS Surakarta, 2020.