Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

Article 24 income tax in Indonesia, Lecture notes of Tax Legislation and Financial Law

law about tax, Taxes paid or owed abroad on income from abroad received or obtained by domestic taxpayers.

Typology: Lecture notes

2019/2020

Uploaded on 06/22/2020

muhammad-ival
muhammad-ival 🇮🇩

4.7

(3)

15 documents

1 / 9

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
BAB VII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
(PPh PASAL 24)
PENGERTIAN
Pasal 24 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan menyatakan bahwa Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang
sama.
Ketentuan yang terdapat di dalam Pasal ini selanjutnya lazim disebut dengan Pajak Penghasilan
Pasal 24. Oleh karena itu, PPh Pasal 24 dapat didefenisikan sebagai pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
dalam negeri.
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda
yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar
negeri, Pasal 24 UU No. 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
DASAR HUKUM
1. Pasal 24 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan
2. Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri
3. Peraturan Menteri Keuangan No. 256/PMK.03/2008 Tentang Penetapan Saat Diperolehnya
Dividen Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar
Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya Di Bursa Efek
PAJAK YANG BOLEH DIKREDITKAN
Pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri yang boleh dikreditkan adalah hanya atas pajak
yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar
negeri.
Contoh
PT. Agung Sakti di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Amerika Serikat.
Z Inc. tersebut dalam tahun 2001 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. Pajak
Penghasilan yang berlaku di Amerika Serikat adalah 48% dan Pajak Dividen 38%. Perhitungan
pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut :
Keuntungan Z Inc. US$ 100,000.00
Pajak Penghasilan 48% (Corporate Income Tax) US$ 48,000.00 (-)
Laba Setelah Pajak US$ 52,000.00
Pajak atas Dividen 38% US$ 19,760.00 (-)
Yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240,00
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas
PT. Agung Sakti adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh di luar negeri, dalam contoh diatas adalah jumlah sebesar US$ 19,760.00.
Pajak Penghasilan (Corporate Income Tax) atas Z. Inc. sebesar US$ 48,000.00 tidak dapat
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT. Agung Sakti, karena pajak sebesar
US$ 48,000.00 tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT. Agung
Sakti dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z. Inc di Amerika Serikat.
SYARAT PENGKREDITAN
Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. Pengkreditan pajak yang
Buku Perpajakan Indonesia II
87
pf3
pf4
pf5
pf8
pf9

Partial preview of the text

Download Article 24 income tax in Indonesia and more Lecture notes Tax Legislation and Financial Law in PDF only on Docsity!

BAB VII

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

(PPh PASAL 24)

PENGERTIAN

Pasal 24 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama. Ketentuan yang terdapat di dalam Pasal ini selanjutnya lazim disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 24. Oleh karena itu, PPh Pasal 24 dapat didefenisikan sebagai pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, Pasal 24 UU No. 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. DASAR HUKUM

  1. Pasal 24 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  2. Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri
  3. Peraturan Menteri Keuangan No. 256/PMK.03/2008 Tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya Di Bursa Efek PAJAK YANG BOLEH DIKREDITKAN Pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri yang boleh dikreditkan adalah hanya atas pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri. Contoh PT. Agung Sakti di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Amerika Serikat. Z Inc. tersebut dalam tahun 2001 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. Pajak Penghasilan yang berlaku di Amerika Serikat adalah 48% dan Pajak Dividen 38%. Perhitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut : Keuntungan Z Inc. US$ 100,000. Pajak Penghasilan 48% (Corporate Income Tax) US$ 48,000.00 (-) Laba Setelah Pajak US$ 52,000. Pajak atas Dividen 38% US$ 19,760.00 (-) Yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240, Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas PT. Agung Sakti adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh diatas adalah jumlah sebesar US$ 19,760.00. Pajak Penghasilan (Corporate Income Tax) atas Z. Inc. sebesar US$ 48,000.00 tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT. Agung Sakti, karena pajak sebesar US$ 48,000.00 tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT. Agung Sakti dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z. Inc di Amerika Serikat. SYARAT PENGKREDITAN Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. Pengkreditan pajak yang

terutang atau dibayar diluar negeri tersebut dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tesebut dengan penghasilan di Indonesia. Penggabungan penghasilan dari dalam negeri dengan penghasilan dari luar negeri dilakukan dengan cara : a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (Accrual Basis). b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (Cash Basis). c. Untuk penghasilan berupa deviden yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang, (a) memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri atau, (b) secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut yang ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. PMK No. 256/PMK.03/2008 menyatakan, saat diperolehnya dividen atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek adalah:

  1. Pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan atau
  2. Pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri tersebut tidak memiliki kwajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan. Besarnya dividen yang wajib dihitung oleh Wajib Pajak dalam negeri adalah sebesar jumlah dividen yang menjadi haknya terhadap laba setelah pajak yang sebanding dengan penyertaannya pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek. Ketentuan ini tidak berlaku apabila sebelum batas waktu yang telah ditentukan, badan usaha di luar negeri dimaksud sudah membagikan dividen yang menjadi hak Wajib Pajak. Dividen wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak saat dividen tersebut dianggap diperoleh. Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri menerima pembagian dividen dalam jumlah yang melebihi jumlah dividen yang dilaporkan, atas kelebihan jumlah dividen terebut wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri menerima pembagian dividen, dividen tersebut wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Pengkreditan pajak yang dibayar atau dipotong tersebut dilakukan pada tahun pajak dibayarnya atau dipotongnya pajak tersebut. Contoh PT. Citra di Jakarta dalam tahun pajak 1997 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber di luar negeri sebagai berikut : a. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 1997 sebesar Rp. 80.000.000,- b. Dividen atas pemilikan saham pada “Jersey Ltd” di Australia sebesar Rp. 200.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan tahun 1995 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham 1996 dan baru dibayarkan dalam tahun 1997 c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada “Kelly Corporation” di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek sebesar Rp. 75.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan saham 1996 yang berdasarkan keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 1997 d. Bunga kwartal IV tahun 1997 sebesar Rp. 100.000.000,- dari “Z Sdn Bhd” di Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Mei 1998

PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN

Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut: a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan; b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak; d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada; e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan; f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada; g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. Mengingat Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut pengertian penghasilan yang luas, maka, penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud diatas menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip diatas. Contoh A sebagai Wajib Pajak dalam negeri memiliki sebuah rumah di Singapura dan dalam tahun 1995 rumah tersebut dijual. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang bersumber di Singapura karena rumah tersebut terletak di Singapura. ILUSTRASI PERHITUNGAN PPH PASAL 24 BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK BILA PENGHASILAN DIPEROLEH DARI SATU NEGARA DILUAR NEGERI

  1. Penghasilan diperoleh dari satu negara di luar neger i Contoh Perhitungan PT. RINDUN di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut : Penghasilan dalam negeri Rp. 300.000.000, Penghasilan luar negeri Rp. 100.000.000,00 (dengan tarif pajak 10%) Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah : a. Penghasilan luar negeri Rp. 100.000.000, Penghasilan dalam negeri Rp. 300.000.000,00 (+) Jumlah penghasilan neto Rp. 400.000.000, b. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang adalah : 28% x 50% x Rp. 400.000.000 = Rp. 56.000.000, Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
    1. Pajak dibayar di luar negeri Rp. 100.000.000,00 x 10% = Rp. 10.000.000,-
    2. Rp. 100.000.000,00 x Rp. 56.000.000,00 = Rp. 14.000.000, Rp. 400.000.000,
    3. Jumlah seluruh pajak terutang = Rp. 56.000.000,

Dari ketiga perhitungan diatas, yang terendah adalah perhitungan ke 1, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 14.000.000,00. Dengan demikian seluruh pajak yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan.

  1. Dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 Bila wajib pajak memperoleh peghasilan yang bersifat final atau dikenakan pajak penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, maka atas penghsilan tersebut bukan merupakan faktor penambah penghasilan pada saat penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Contoh PT. Denai di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan sebagai berikut :
    1. Penghasilan dari Negara Z Rp. 200.000.000,00 (dengan tarif pajak 30%)
    2. Penghasilan Dalam Negeri Rp. 350.000.000, (Penghasilan Dalam Negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan sebesar Rp. 50.000.000,00) Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah : a. Penghasilan luar negeri Negara Z) Rp. 200.000.000, Penghasilan dalam negeri Rp. 300.000.000, Penghasilan menurut Pasal 4 ayat 2 Rp. (50.000.000,00) + Jumlah penghasilan neto Rp. 500.000.000, b. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang adalah : 28% x 50% x Rp. 500.000.000 = Rp. 70.000.000, Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
    3. Pajak dibayar di luar negeri Rp. 200.000.000,00 x 30% = Rp. 60.000.000,
    4. Rp.200.000.000,00 x Rp. 70.000.000,00 = Rp 28.000.000, Rp 500.000.000,
    5. Jumlah seluruh pajak terutang = Rp. 70.000.000, Dari ketiga perhitungan diatas, yang terendah adalah perhitungan ke 2, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 28.000.000,00. Dengan demikian tidak seluruh pajak yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan. Sisa kelebihan pajak yang dibayar diluar negeri setelah dikreditkan sebesar Rp. 32.000.000, (Rp. 60.000.000,00 – Rp. 28.000.000,00), tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan, serta tidak dapat dimintakan restitusi. BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK BILA PENGHASILAN DIPEROLEH DARI BEBERAPA NEGARA DILUAR NEGERI Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara karena Indonesia menganut “metode perkreditan terbatas“ (Ordinary Credit Method) dengan menerapkan “Per Country Limitation” Contoh perhitungan PT. Antokan memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut :
  2. Penghasilan dari Singapura Rp. 100.000.000,00 (dengan tarif pajak 30%)
  3. Penghasilan dari Malaysia Rp. 200.000.000,00 (dengan tarif pajak 10%)
  4. Penghasilan dari dalam negeri Rp. 200.000.000, Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah : a. Penghasilan dari Singapura Rp. 100.000.000, Penghasilan dari Malaysia Rp. 200.000.000, Penghasilan dalam negeri Rp. 200.000.000,00 (+)

Rp. 500.000.000,

  1. Jumlah seluruh pajak terutang = Rp. 70.000.000, Dari ketiga perhitungan diatas, yang terendah adalah perhitungan ke 2, maka jumlah wajib pajak luar negeri untuk malaysia yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 28.000.000, C. Untuk Bangkok tidak ada kredit pajak, karena perusahaan mengalami kerugian, sehingga tidak ada pajak yang dibayar ataupun terutang. Dengan demikian total kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp. 14.000.000,00 + Rp. 28.000.000,00 = Rp. 42.000.000, BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK BILA TERJADI RUGI USAHA DI DALAM NEGERI Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, rugi usaha yang terjadi di dalam negeri akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak. Sehingga kerugian yang terjadi di dalam negeri akan mengurangi penghasilan neto, Penghasilan Kena Pajak dan Pajak Penghasilan yang terutang. Contoh perhitungan PT. Batako memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut :
  2. Penghasilan dari Singapura Rp. 300.000.000,00 (dengan tarif pajak 30%)
  3. Penghasilan dari Malaysia Rp. 400.000.000,00 (dengan tarif pajak 25%)
  4. Rugi Usaha di dalam negeri Rp. 200.000.000, Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah : a. Penghasilan dari Singapura Rp. 300.000.000, Penghasilan dari Malaysia Rp. 400.000.000, Rugi usaha di dalam negeri Rp.(200.000.000,00 ) (+) Jumlah penghasilan neto Rp. 500.000.000. b. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang adalah : 28% x 50% x Rp. 500.000.000 = Rp. 70.000.000, Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah : A. Untuk Singapura
  5. Pajak dibayar di Singapura Rp. 300.000.000,00 x 30% = Rp. 90.000.000,
  6. Rp. 300.000.000,00 x Rp. 70.000.000,00 = Rp. 42.000.000, Rp. 500.000.000,
  7. Jumlah seluruh pajak terutang = Rp. 70.000.000, Dari ketiga perhitungan diatas, yang terendah adalah perhitungan ke 2, maka jumlah wajib pajak luar negeri untuk Singapura yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 42.000.000,00. B. Untuk Malaysia
  8. Pajak dibayar di Malaysia Rp. 400.000.000,00 x 25% = Rp. 100.000.000,
  9. Rp. 400.000.000,00 x Rp. 70.000.000,00 = Rp. 56.000.000, Rp. 500.000.000,
  10. Jumlah seluruh pajak terutang = Rp. 70.000.000, Dari ketiga perhitungan diatas, yang terendah adalah perhitungan ke 1, maka jumlah wajib pajak luar negeri untuk Malaysia yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 56.000.000,00. Dengan demikian total kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah Rp. 42.000.000,- + Rp. 56.000.000,- = Rp. 98.000.000,- PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN KARENA PERUBAHAN PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI
  11. Dalam hal koreksi fiskal adalah koreksi yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan Pajak Penghasilan di Indonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.

Contoh

  1. Penghasilan luar negeri (SPT) = Rp.100.000.000,
  2. Penghasilan dalam negeri= Rp.300.000.000,
  3. Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp.150.000.000,
  4. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 10 %
  5. PPh Pasal 25 yang dibayar = Rp. 40.000.000,
  6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut : SPT SEBELUM PEMBETULAN
  7. Penghasilan luar negeri Rp. 100.000.000,
  8. Penghasilan dalam negeri Rp. 300.000.000,00 +
  9. Penghasilan Kena Pajak Rp. 400.000.000,
  10. PPh terutang 28% x 50% x Rp. 400.000.000 = Rp. 56.000.000,
  11. Kredit Pajak Luar Negeri : 10% x 100.000.000 = Rp. 10.000.000,00 -
  12. PPh harus dibayar di Indonesia Rp. 46.000.000,
  13. PPh Pasal 25 Rp. 40.000.000,00 -
  14. PPh Pasal 29 (kurang bayar akhir tahun) Rp. 6.000.000, PPh Pasal 29 telah dilunasi sebelum SPT Tahunan disampaikan. SPT PEMBETULAN
  15. Penghasilan luar negeri Rp. 150.000.000,
  16. Penghasilan dalam negeri Rp. 300.000.000,00 +
  17. Penghasilan Kena Pajak Rp. 450.000.000,
  18. PPh terutang 28% x 50% x Rp. 450.000.000 = Rp. 63.000.000,
  19. Kredit Pajak Luar Negeri : 10% x 150.000.000 = Rp. 15.000.000,00 -
  20. Harus bayar di Indonesia Rp. 48.000.000,
  21. PPh Pasal 25 Rp. 40.000.000,00 -
  22. Kurang bayar Rp. 8.000.000,
  23. PPh Pasal 29 telah dibayar Rp. 6.000.000,00 -
  24. Masih harus dibayar Rp. 2.000.000, Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp. 2.000.000,00 tidak ditagih bunga.
  25. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiskal di luar negeri tersebut akan mengakibatkan Pajak Penghasilan terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain. Contoh
  26. Penghasilan luar negeri (SPT) = Rp.100.000.000,
  27. Penghasilan dalam negeri= Rp.300.000.000,
  28. Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 50.000.000,
  29. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 10 %
  30. PPh Pasal 25 yang dibayar = Rp. 40.000.000,
  31. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut : SPT SEBELUM PEMBETULAN
  32. Penghasilan luar negeri Rp. 100.000.000,
  33. Penghasilan dalam negeri Rp. 300.000.000,00 +
  34. Penghasilan Kena Pajak Rp. 400.000.000,
  35. PPh terutang 28% x 50% x Rp. 400.000.000 = Rp. 56.000.000,
  36. Kredit Pajak Luar Negeri : 10% x 100.000.000 = Rp. 10.000.000,00 -
  37. PPh harus dibayar di Indonesia Rp. 46.000.000,
  38. PPh Pasal 25 Rp. 40.000.000,00 -